Katak pohon bermata merah (Agalychnis callidryas)

Katak pohon bermata merah ( Agalychnis callidryas ) merupakan katak pohon asli dari daerah hutan hujan Neotropical di Amerika Tengah.

Seperti namanya, katak pohon bermata merah memiliki mata merah dengan pupil vertikal. Katak ini memiliki tubuh berwarna hijau cerah, dengan garis kuning dan biru bercorak vertikal di bagian sampingnya. Kakinya yang berselaput berwarna oranye atau merah . Kulit di bagian perut katak ini cukup lembut dan rapuh , sedangkan bagian belakang lebih tebal dan kasar. 

Katak pohon bermata merah memiliki tiga kelopak mata, dan bantalan lengket di jari kaki nya. Katak pohon dari genus Phyllomedusa ini adalah binatang arboreal, yang berarti mereka menghabiskan sebagian besar hidup mereka di atas pohon, mereka adalah pelompat yang ulung.

Katak pohon bermata merah tidak beracun dan mereka bergantung pada kemampuan berkamuflase untuk melindungi diri.  
Pada siang hari, katak ini tidak banyak bergerak, mereka menutupi sisi biru dengan kaki belakang mereka, menyelipkan kaki mereka yang berwarna cerah di bawah perut, dan menutup mata merah mereka. Dengan demikian, mereka akan terlihat hampir sepenuhnya berwarna hijau , sehingga mereka bisa tersembunyi dengan baik di antara dedaunan.

Banyak ilmuwan percaya bahwa katak pohon bermata merah menggunakan mata mereka yang berwarna merah cerah untuk mengejutkan para predator sehingga mereka akan berpikir dua kali untuk menjadikan katak ini sebagai makanan.

Meskipun Katak pohon bermata merah tidak terancam punah. Tapi habitatnya terus menyusut pada tingkat yang mengkhawatirkan, dan citra meraka yang sangat mudah dikenali membuat meraka sering digunakan untuk mempromosikan penyelamatan hutan hujan dunia. 

S. wikipedia, national geographic

Cocoa Frog / Katak Coklat

Katak Coklat menggunakan jari-jarinya yang berbentuk seperti bola (sphere), untuk bergerak dengan tangkas melewati pepohonan dihabitatnya yang berupa hutan hujan.
Katak ini merupakan salah satu dari 60 species binatang yang baru-baru ini ditemukan dibelantara pegunungan di sebelah tenggara Suriname selama ekspedisi ke beberapa hutan hujan terpencil dan belum terjelajahi di planet ini.
"Saya telah melakukan ekspedisi ke seluruh dunia, tetapi belum pernah saya melihat hutan hujan yang begitu indah, begitu murni, dan belum terjamah tangan manusia," tutur seorang ahli semut Leeanne Alonso, sekaligus pemimpin ekspedisi Global Wildlife Conservation.

National Geographic

Paedophryne amanuensis Hewan vertebrata terkecil di dunia

Paedophryne amanuensis
Perkiraan rentang antara hewan vertebrata yang hidup di bumi ini sekitar 3.000 kali lipat yakni antara spesies baru katak terkecil yang berukuran 7 milimeter, hingga paus biru yang berukuran rata-rata 25,8 meter .

Katak spesies baru ini ditemukan di dekat dusun Amau di Papua, New Guinea. Ia mengklaim hewan vertebrata terkecil yang hidup sebelumnya yaitu ikan cyprind asal Asia Tenggara yang mencatat rekor pada tahun 2006. ukuran dewasa dari katak ini hanya berkisar antara 7,7 milimeter baik jantan maupun betinanya. Dengan beberapa pengecualian, katak ini dan katak super kecil lainnya yang telah ditemukan dikaitkan dengan serasah daun yang lembab yang berada di hutan hujan tropis, menyebabkan sebuah ekologi yang unik, yang mana tidak akan bisa ditemukan di daerah yang lebih kering.

Guttural Toad (Amietophrynus gutturalis)

Guru Science Henry Kavale suka pergi bersepeda di akhir pekan , dan saat mengayuh melalui rawa-rawa di Al Khor, dia melihat sesuatu melompat-lompat di semak tergenang air. Sebuah kodok .Di kesempatan lain ia melihat lebih dari satu kodok. Jadi akhir pekan lalu ia mengirim beberapa siswanya dari Al Khor International School untuk melihat apakah mereka bisa menangkap salah satu untuk identifikasi.

 Tidak butuh waktu lama, dalam beberapa menit Eugene (anak Henry) telah meangkap salah satu amfibi itu dan dibawa pulang untuk difoto .Ternyata amfibi itu merupakan spesies baru yang sampai sekarang belum tercatat : Katak Afrika atau Guttural Toad ( Amietophrynus gutturalis ) . Mudah dikenali dari garis punggung pucat .Spesies baru fauna sering kali muncul di Qatar - negara padang pasir ini sering memunculkan berbagai jenis satwa liar yang mengejutkan.

Hewan yang dapat beradaptasi dengan kondisi cuaca yang keras dan kurangnya air melakukannya dengan baik. Ini termasuk reptil , dan mamalia seperti rubah merah Arab, landak Ethiopia dan Jerboa Lesser kecil .Tapi kodok? Apa yang dilakukan makhluk yang memiliki kulit lembab dan harus menghabiskan sebagian besar hidupnya di air itu, di tempat yang sampai saat ini, tidak ada genangan air sama sekali?Sejak transformasi Qatar selama beberapa dekade terakhir dan pembentukan limbah laguna limbah besar , itu menjadi mungkin bagi amfibi untuk bertahan hidup , bahkan di musim panas terik ketika mereka mengubur diri jauh di dalam lumpur . Tetapi misterinya adalah bagaimana mereka tiba di sini?Satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa ketika departemen zoologi di University of Qatar dibuka 40 tahun yang lalu beberapa kodok diimpor dari Mesir untuk diseksi di laboratorium . Entah bagaimana beberapa hewan berakhir di alam liar , dan katak Mesir ( Amietophrynus regularis ) sudah lama berada di Qatar, katak ini adalah salah satu penyanyi keras yang dapat didengar ketika matahari terbenam di salah satu laguna besar .

Ketika Lapangan Golf Doha dibuka , dengan danau dan kolam , itu adalah surga bagi katak! Tidak ada yang tahu bagaimana mereka sampai di sana , tapi dalam bulan pembukaan lapangan golf ada kodok banyak sekali, berenang di danau dan dengan tidak sengaja saling bertemu ketika rumput dipotong.
Seperti namanya , hewan baru diidentifikasi ditemukan di banyak negara Afrika .Ini adalah makhluk yang beradaptasi, mereka bisa hidup di mana-mana dari hutan untuk pertanian, padang rumput savana, dan rawa-rawa air tawar tentunya.Lingkungan yang sangat asin seperti rawa-rawa pesisir halohytic di Qatar bukan berada pada daftar
yang disukaiuntuk berhabitat. Namun rupanya mereka melakukannya dengan baik di sini. Jika seekor hewan bisa mentolerir kondisi ekstrim di Qatar, mereka akan menemukan ceruk untuk dirinya sendiri dan bertahan hidup.

Megophrys montana (katak bertanduk)

katak bertanduk adalah sejenis katak dari suku Megophryidae. Nama ilmiahnya adalah Megophrys montana Kuhl & van Hasselt, 1822. Namanya dalam bahasa Inggris adalah horned frog.Katak yang bertubuh pendek agak gendut, kepala besar dengan runcingan kulit di atas kedua mata dan di ujung moncong. Sepasang runcingan kulit yang lain, yang lebih kecil, terdapat di ujung-ujung rahang. Dorsal (bagian punggung) berkulit halus, coklat pucat kemerahan sampai coklat tua, dengan sepasang lipatan kulit di punggung, mulai dari bagian tengkuk hingga ke pinggang. Sering dengan sepasang bintil hitam kecil di pundak. Kadang-kadang terdapat sepasang lipatan kulit yang lebih samar dan lebih pendek di masing-masing sisi lateral tubuh, di belakang tangan hingga ke pinggang. Kaki dan tangan lebih kekuningan, dengan lipatan-lipatan kulit melintang bertepi hitam, membentuk coret-coret hitam. Warna hitam juga terdapat di sekitar dan di belakang mata. Iris mata berwarna kemerahan.Ventral (sisi bawah tubuh) abu-abu keputihan, dengan bintil-bintil agak kasar. Bagian depan kecoklatan kotor, dengan bercak-bercak dan bintik-bintik hitam yang kurang lebih simetris di dagu, leher, tangan dan kaki. Selaput renang di kaki sangat pendek. (wikipedia)

Rana hosii

Kongkang racun adalah nama sejenis kodok dari suku Ranidae. Nama ilmiahnya adalah Rana hosii Boulenger, 1891. Orang Sunda (Jawa Barat) menyebutnya kolé héjo. Sedangkan namanya dalam bahasa Inggris adalah poisonous rock-frog. Diberi nama demikian karena kulitnya mengandung kelenjar racun yang mampu membunuh hewan-hewan kecil. Sementara nama ilmiahnya diberikan untuk mengenang Charles Hose, seorang naturalis dari Inggris.Kulit dorsal (bagian punggung) berbintil halus dan rapat, umumnya hijau terang, hijau lumut sampai hijau tua; ada pula yang kebiruan. Sisi tubuh hijau kekuningan. Sebuah garis gelap, coklat tembaga hingga kehitaman, dan putus-putus tidak beraturan berjalan di sisi tubuh dari ujung moncong, pipi, sebelah atas timpanum (gendang telinga), sebelah bawah lipatan dorsolateral, memanjang hingga ke pinggang. Di sana-sini, garis gelap ini bercampur dengan bercak kehijauan, kekuningan atau keemasan.Bibir atas berwarna keemasan, bibir bawah kecoklatan. Iris mata keemasan. Selain di bibir dan moncong, warna dan bercak kuning atau keemasan sering pula terdapat di tangan, lipatan dorsolateral bagian belakang dan pangkal paha. Jari-jari tangan dan kaki dengan ujung yang melebar membentuk piringan. Selaput renang penuh mencapai pangkal piringan pada jari kaki, coklat gelap atau kehitaman warnanya. Sisi bawah tubuh (ventral) berkulit halus, putih bersemu keemasan. Sisi bawah paha coklat merah daging, sisi atasnya berbelang-belang coklat sampai gelap kehitaman. (wikipedia)

katak hijau papua

Para ilmuwan Conservation International baru-baru ini menemukan, spesies baru bagi dunia ilmu pengetauan, katak hijau dari genus Litoria yang dijumpai di kawasan utara daratan Papua. Jenis baru ini hampir sama dengan Litoria graminea dan Litoria infrafrenata. Yang membedakan dengan Litoria graminea adalah keberadaan baris putih di bagian pinggir yang kuping yang tidak tampak. Sedangkan dari jenis Litoria infrafrenata adalah ukuran tubuh yang bila dibandingkan relative kecil (jantan 57.9–60.4 mm). Jari-jarinya mempunyai selaput dan suaranya agak panjang. Para peneliti menemukan katak hidup di hutan dataran rendah disekitar Desa Utai di bagian Barat Daya Papua. Laporan mengenai jenis baru ini ditulis oleh Stephen J. Richards, Paul Oliver, Chis Dahl dan Burhan Tjaturadi, bertajuk: A new species of large green treefrog (Anura: Hylidae: Litoria) from northern New Guinea, dalam jurnal ilmiah zootaxa 1208:57-68,2006. Tanah Papua merupakan kawasan yang memiliki berbagai macam jenis kodok terkaya di dunia. Masih banyak rahasia alam yang belum terungkap di kawasan ini. Misalnya sekarang saja telah dijumpai lebih dari 280 taksa kodok, dan dari klasifikasi tersebut diperkirakan jumlah kodok Papua akan mencapai hingga 600 spesies. Memang kekayaan flora dan fauna Papua tidak ada bandingannya

Theloderma corticale / Vietnamese Mossy Frog (Katak Lumut Vietnam)

Theloderma corticale, atau katak berlumut Vietnam, adalah spesies katak dalam keluarga Rhacophoridae. Katak ini bisa ditemukan di Vietnam dan mungkin Cina. Habitat alamnya subtropis atau hutan dataran rendah tropis yang lembab, Di air pawai, tawar, dan daerah berbatu. asal-muasal Nama katak berlumut timbul dari kenyataan bahwa kulit yang berbintik-bintik hijau dan hitam yang menyerupai lumut yang tumbuh di batu, dan bentuk bentuk yang efektif untuk kamuflase. Beberapa orang memiliki katak ini untuk binatang peliharaan.

Poison dart frog

Poison dart frog (katak panah beracun) asal mula namanya diambil dari orang-orang pribumi asal Amerika, yang menggunakan racun katak ini untuk meracuni ujung "panah tiup"(blowdart) mereka

Atelopus Frog

Katak Atelopus dikenal dengan banyak nama seperti katak badut atau Kosta Rika Variabel Harlequin Toad. Apapun sebutan Anda untuk katak ini, Atelopus adalah katak neo-tropis yang dulunya hidup cukup luas tersebar di seluruh Kosta Rika dan Panama. Atelopus ini terdaftar sebagai spesies yang terancam punah.

Red Mantella frog

Seperti namanya, Red Mantella frog memiliki permukaan punggung berwarna oranye / merah. Katak kecil ini, mencapai ukuran 2,5 cm (1 inci) panjangnya. ini adalah katak darat asli Madagaskar

Katak transparan/Katak kaca (Hyalinobatrachium pellucidum)

"Hyalinobatrachium pellucidum"(latin),atau juga disebut sebagai katak kaca atau katak kristal. Karena Anda dapat melihat tubuh transparannya. Katak ini bukan sesuatu yang baru di dunia amfibia, tapi yang pasti dia terancam punah, sehingga Temuan ini menggembirakan bagi para pencinta lingkungan.
Para ilmuwan dari organisasi lingkungan hidup Conservation International (CI) dalam penelitian keragaman hayati di Hutan Lindung Nangaritza Ekuador dekat perbatasan Peru menemukan katak kaca atau kristal yang disebut Hyalinobatrachium pellucidum. Jenis amfibi ini berukuran lebih kecil dari kuku jari dan berkulit transparan sehingga organ dalamnya tampak dari luar. Satwa ini tergolong terancam punah. Di lokasi yang sama, peneliti dari CI juga menemukan paling tidak 15 fauna dan flora yang tergolong baru bagi khazanah ilmiah. Di dunia diperkirakan terdapat 14 juta flora-fauna, yang telah teridentifikasi manusia hanya sekitar 1,8 juta. Tujuan dari penelitian selama tiga minggu tersebut adalah untuk mengidentifikasi spesies dan menyusun rekomendasi konservasi untuk kemungkinan pengembangan ekowisata di hutan itu. Mereka juga mengungkapkan bahwa serangga dan katak yang ditemukan berpotensi medis. Survei kelayakan populasi diperlukan untuk melihat potensi lain di hutan itu.

Leptobrachium waysepuntiense (kodok bermata biru)

Spesies katak yang belum pernah diketahui sebelumnya ditemukan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Sumatera. Spesies yang termasuk dalam genus Leptobrachium ini unik karena memiliki warna iris mata biru muda, baik di bagian atas maupun bawah. Kodok jenis baru ini dijumpai oleh Adiinggar Ul-Hasanah dan Wempi Endarwin dari Tim Wildlife Conservation Society tahun 2004, tetapi saat itu masih diidentifikasi sampai tahap genus saja, dan belum diketahui jenisnya. Penelitian lebih lanjut dilakukan tahun 2008 oleh Amir Hamidy, staf Museum Zoologicum Bogoriense (MZB), Puslit Biologi, LIPI. Amir yang saat itu mengambil studi master dengan topik taksonomi genus Leptobrachium memeriksa dan mengkaji spesimen kodok yang tersimpan di museum-museum di Malaysia, di Jepang, dan tentunya di Indonesia (MZB). "Saya mengukur dan membandingkan secara detail semua karakter morfologi satu demi satu dari semua spesimen tersebut, termasuk semua spesimen disimpan di MZB-LIPI," ujarnya. "Salah satu spesimen yang saya periksa memiliki karakter yang unik dan berbeda dengan Leptobrachium lainnya dari Sumatera, yaitu tidak memiliki pola warna pada bagian atas tubuh dan sekitar posterior pahanya. Tentu saja warna mata dari spesimen tersebut belum diketahui karena warna mata akan luntur pada spesimen yang telah terawetkan," lanjutnya. Amir baru melihat warna mata kodok itu setelah Adiinggar Ul-Hasanah menunjukkan foto hidup spesimen tersebut. Berdasarkan informasi itu, Amir mengadakan survei singkat di jalur Way Sepunti. "Di situ kami menjumpai dua ekor. Kemudian saya mengkaji kodok tersebut lebih jauh, termasuk mendeskripsikannya," ujar Amir dalam surat elektronik kepada Kompas.com. Warna iris mata di genus Leptobrachium merupakan karakter penting untuk membedakan jenis. Setidaknya dua jenis baru yang ditemukan akhir-akhir ini (tahun 2004 dan 2006) dari Kamboja dan Laos juga berdasarkan perbedaan warna iris mata. Menurut kajian taksonomi yang dilakukan, yakni dengan membandingkan kodok ini dengan jenis lain (dalam genus Leptobrachium) dari Thailand, Malaysia serta beberapa wilayah lain di Indonesia (Sumatera, Belitung, Kalimantan, dan Jawa), Amir meyakini kodok ini adalah jenis baru. "Kodok ini jenis baru yang merupakan spesies dari kelompok kodok seresah yang termasuk dalam genus Leptobrachium. Untuk nama spesies, saya beri nama waysepuntiense, jadi nama lengkapnya Leptobrachium waysepuntiense," kata Amir. Nama spesies ini mengacu pada nama sungai kecil di dekat lokasi ditemukannya, yaitu Sungai Way Sepunti, Desa Kubu Perahu, dan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. (kompas.com)

kodok merah (Leptophyrne cruentata)

Untuk mencegah dari kepunahan, kodok merah (Leptophyrne cruentata) diajukan sebagai satwa dilindungi. Kodok yang termasuk jenis endemik atau hanya hidup di Pulau Jawa itu sudah jarang sekali ditemui saat ini. "Kodok merah akan diajukan untuk dilindungi, draft-nya sudah jadi," ujar Hellen Kurniati, peneliti kodok dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di sela-sela open house Museum Zoologicum Bogoriense, Cibinong, Bogor, Rabu (26/11). Ia mengatakan kodok merah termasuk satwa yang terancam punah. Sejak tahun 2004, spesies tersebut telah masuh dalam Red List International Union for Conservation of Nature dengan status CR (critically endangered) namun belum masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Populasinya diperkirakan hanya tersisa di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Kodok merah hidup pada dataran tinggi pada ketinggian antara 1200-1500 meter di lingkungan dekat air yang jernih dan mengalir seperti air terjun. "Saya setahun meneliti di sana hanya menemukan di satu lokasi itu pun cuma 4 ekor," ujar Hellen. Ia menemukannya saat melakukan observasi pada Agustus 2005. Jumlah populasi yang tersisa belum diketahui namun Hellen memperkirakan sudah sangat sedikit mengingat terdesaknya habitat khas yang dibutuhkan kodok tersebut untuk bertahan hidup. Kodok merah termasuk jenis yang sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan sulit beradaptasi dengan lingkungan baru. Di kawasan hutan yang terbuka di mana kubangan air tidak ada, kodok merah tak dapat ditemukan lagi. Hilangnya populasi kodok merah menurut Hellen merupakan salah satu indikator terjadinya kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.

kodok ungaran (Philautus jacobsoni)

Meski belum termasuk dalam daftar sebagai hewan yang telah punah, kodok ungaran (Philautus jacobsoni) hampir tidak dapat ditemukan lagi saat ini. Hal tersebut dikatakan Hellen Kurniati, peneliti kodok dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). "Bahkan sampel spesimennya juga kita tidak punya," katanya di sela-sela training pengenalan amfibi di Museum Zoologicum Bogoriense, Cibinong, Bogor, Rabu (26/11). Satu-satunya sampel diambil tahun 1930-an dan disimpan di Museum Leiden, Belanda. Bagaimana warna asli tubuh kodok tersebut pun Hellen mengaku tidak pernah melihatnya karena warnanya pudar setelah diawetkan. Sejak lebih dari tujuh dekade belum pernah ada yang melaporkan pernah melihat atau menemukannya kembali. Kodok Ungaran merupakan spesies endemik yang dulunya hanya tinggal di dataran tinggi kawasan hutan Gunung Ungaran, Semarang, Jawa Tengah. Ukuran tubuhnya termasuk kecil dan arboreal atau hidup di lubang-lubang pohon. Menurut Hellen penyebab utama menghilangnya kodok Ungaran adalah perubahan habitat besar-besaran. Hutan alam yang asri sudah tak dapat ditemui di Gunung Ungaran dan kondisinya berbeda sekali dibandingkan puluhan tahun lalu. Meski demikian untuk menyebutnya punah belum dapat dilakukan. Statusnya dalam daftar merah International Unionm for Conservatioj of Nature (IUCN) masih CR (critically endangered). Apalagi sampai saat ini belum pernah dilakukan survei secara menyeluruh untuk memastikan tak ada lagi spesies tersebut di sana.

Trichobatracus robustus

Belasan spesies katak Afrika ternyata memiliki senjata pamungkas yang tersembunyi di balik kulitnya. Katak-katak tersebut mengeluarkan sejenis cakar saat terancam bahaya layaknya seekor kucing atau srigala. David C Blackburn menyadari hal tersebut saat melakukan kerja lapangan di Kamerun. Saat biolog dari Universitas Harvard itu menangkapnya, kaki-kaki belakang katak tersebut mengeluarkan cakar lancip dari balik kulitnya. "Saya sangat terkejut saat mengetahui ada katak yang dapat menyebabkan luka gores cukup parah," ujar Blackburn yang melaporkan temuannya dalam jurnal Biology Letters edisi terbaru. Ia memastikan hal tersebut setelah mempelajari lebih lanjut struktur anatomi yang unik dari katak-katak Afrika itu. Hasil observasi terhadap 63 spesies katak Afrika menemukan bahwa 11 di antaranya memiliki kemampuan semacam itu. Semua spesies dari genus Astylosternus, Trichobatracus, dan Scotobleps melakukan mekanisme pertahanan seperti itu, antara lain spesies Trichobatracus robustus dan Astylosternus perreti. Rahasianya terletak pada tulang pangkal jari-jari kakinya yang disebut nodule. Tulang tersebut terhubung dengan tulang yang lebih kecil, namun tajam dan dapat bergerak bebas. Tulang ini terhubung dengan struktur kaki dengan pembungkus yang kaya kolagen. Namun, berbeda dengan cakar kucing, tulang yang dimiliki katak Afrika tidak dilapisi protein yang disebut keratin melainkan dari struktur tertentu di kakinya. Saat otot-otot tertentu di kaki katak menegang, tulang tersebut keluar dari nodule sampai menebus kulitnya sehingga mirip cakar. Namun, hal tersebut hanya dilakukan katak saat terancam bahaya karena sebagai konsekuensinya kulit-kulit kakinya koyak.

WESTERN LEOPARD TOAD (Bufo pantherinus)

WESTERN LEOPARD TOAD (Bufo pantherinus) adalah spesies kodok di keluarga Bufonidae.cirikhasnya memiliki kepala lebar, kaki depan yang jauh lebih kecil daripada bagian belakang; mulut besar; dan mata yg besar. Mereka memiliki totol-totol Cokelat besar di tubuhnya semu-semu kehijauan dan memiliki corak garis kuning vertikal di punggungnya. Habitat alamnya Mediterania-jenis vegetasi semak, rawa-rawa air tawar, danau air tawar,tanah yang subur, daerah perkotaan, dan kolam. Jumlahnya terus merosot karena habitat mereka rusak.

Kecebong atau Berudu

Berudu atau kecebong adalah tahap pra-dewasa (larva) dalam daur hidup amfibia. Berudu eksklusif hidup di air dan berespirasi menggunakan insang, seperti ikan. Tahap akuatik (hidup di perairan) inilah yang membuat amfibia memperoleh namanya (amphibia = "hidup [pada tempat] berbeda-beda").
Kebanyakan berudu herbivora, memakan alga dan bagian-bagian tumbuhan. Beberapa spesies merupakan omnivora (pemakan segala).