kodok merah (Leptophyrne cruentata)
Untuk mencegah dari kepunahan, kodok merah
(Leptophyrne cruentata) diajukan sebagai satwa dilindungi. Kodok yang
termasuk jenis endemik atau hanya hidup di Pulau Jawa itu sudah jarang
sekali ditemui saat ini. "Kodok merah akan diajukan untuk dilindungi,
draft-nya sudah jadi," ujar Hellen Kurniati, peneliti kodok dari Lembaga
Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di sela-sela open house Museum
Zoologicum Bogoriense, Cibinong, Bogor, Rabu (26/11). Ia mengatakan
kodok merah termasuk satwa yang terancam punah. Sejak tahun 2004,
spesies tersebut telah masuh dalam Red List International Union for
Conservation of Nature dengan status CR (critically endangered) namun
belum masuk dalam daftar satwa yang dilindungi. Populasinya
diperkirakan hanya tersisa di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Gede
Pangrango dan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Kodok merah hidup
pada dataran tinggi pada ketinggian antara 1200-1500 meter di lingkungan
dekat air yang jernih dan mengalir seperti air terjun. "Saya setahun
meneliti di sana hanya menemukan di satu lokasi itu pun cuma 4 ekor,"
ujar Hellen. Ia menemukannya saat melakukan observasi pada Agustus 2005.
Jumlah populasi yang tersisa belum diketahui namun Hellen memperkirakan
sudah sangat sedikit mengingat terdesaknya habitat khas yang dibutuhkan
kodok tersebut untuk bertahan hidup. Kodok merah termasuk jenis yang
sangat peka terhadap perubahan lingkungan dan sulit beradaptasi dengan
lingkungan baru. Di kawasan hutan yang terbuka di mana kubangan air
tidak ada, kodok merah tak dapat ditemukan lagi. Hilangnya populasi
kodok merah menurut Hellen merupakan salah satu indikator terjadinya
kerusakan lingkungan di kawasan tersebut.